Bogor,
17 Mei 2022 M bertepatan pada 17 Syawal 1443 H merupakan hari komunikasi
internasional. Momen lebaran yang telah kita lewati merupakan bukti
produktivitas hari-hari yang telah kita lalui dengan berbagai karya dan asa
yang masih kita gapai. Komunikasi salah satu proses interaksi yang kita gunakan
sebagai alat kusuksesan kita menggapai mimpi tersebut. Penandaan komunikasi
ditandai sebagai suatu proses dan indikator dari hasil capaian yang kita lalui.
Semakin baik komunikasi yang kita miliki dan sudah pasti akan menuai buah hasil
yang baik pula. Hal ini mengutip perkataan Theo Gold bahwa komunikasi adalah
tiket menuju sukses , sehingga perlu bagi kita untuk terus belajar dan
memperhatikan bagaimana komunikasi itu dilakukan.
Akhir-akhir
ini kita banyak orang gagal dan merencanakan gagal dalam berkomunikasi dengan
dirinya, keluarganya, kelompoknya, lingkungannya dan terlebih pada Allah SWT
yang kita sembah. Di dalam Alquran beberapa surat yang mewakili berkenaan
dengan komunikasi adalah An-nisa 9, An-nisa 63, Al isro 28, Al isro 23, At toha 44. Ayat-
ayat tersebut menandakan sebagai makhluk sosial yang terdidik secara agama
diwajibkan untuk berkata baik, terpilih dan rapi dalam menyusun dan menuntun
kata yang kita keluarkan dalam interkasi sosial sehari-hari.
Terdapat
beberapa istilah kata yang dikaji dalam kajian komunikasi islam bahwa seorang muslim
hendaklah mengatakan perkataan yang benar (Qaulan
Sadidan), kata yang mulia (Qaulan
Ma’rufan), kata yang pantas (Qaulan
Maysuran), kata yang baik (Qaulan
Kariman), kata yang menyentuh jiwa (Qaulan
Balighan), serta kata yang lembut (Qaulan
Layiinan). Keenam padanan kata ini
menjadi parameter dalam bertingkah laku santun dalam melakukan interaksi baik
secara primer dan sekunder di masyarakat. Sesungguhnya belajar berkomunikasi
tidak henti kita lakukan dari hari ke hari dengan berbagai metode yang kita
terapkan.
Perspektif
kajian komunikasi Islam dikenal istilah komunikasi profetik. Komunikasi yang
pada dasarnya adalah netral dan merupakan saluran yang memediasi
anatara teks dan konteks yang berbeda dalam satuan waktu. Sehingga setiap
manusia hendaknya memiliki kemampuan untuk membaca konteks kehidupannya dalam
ruang dan waktu. Kuntowijoyo menafsirkan bahwa setiap langkah yang diperbuat
hendaknya memiliki relasi iman, ilmu dan amal (beriman transenden, berilmu
liberal dan beramal humanis). Dimensi komunikasi profetik perlu disadari
sebagai bagian dari risalah pesan ketuhanan dimana aspek hirarkis yang dibangun
dari konsep tersebut adalah (1) manusia
merupakan makluk yang merdeka dimana segala kehendak akan dipertangungjawabkan;
(2) amar ma’ruf, manusia yang menyeru
pada kebaikan dimana memanusiakan manusia sebagai manusia; (3) nahy munkar, dimaknai sebagai usaha pembebasan
yang memerdekakan menjadi energi tranformasi sosial; (4) tu’minuna billah,
transendensi yang memiliki arti “naik,
menembus, melewati, ataupun melampaui”; perjalanan menuju kepada kesempurnaan
di luar dari kemanusiaan dan kehidupan.
Upaya humanisasi dan liberasi tersebut sebagai manifestasi keimanan
kepada Allah SWT. Keempat dimensi dasar tersebut mengantarkan pada pemahaman
mengenal siapa kita, dari mana kita dan akan kemana. Hal ini akan terus
ditampilkan dari kehidupan berupa tanda dan makna serta kesenangan dan
kenikmatan yang diwujudkan dalam teks dan konteks.
Kemampuan
manusia sebagai bagian dari pengatur dan pengguna komunikasi memberikan
keleluasaan dalam menciptakan, memilih, menegaskan untuk membangun keberadaan
dirinya sebagai insan. Kemampuan ini juga menjadi pilihan kita untuk tetap
sebagai aktor individu dan ataupun aktor sosial. Kemampuan ini telah terbuka di
mana media komunikasi telah membuka jalan menunju face to face (keindividuan) ataupun telekomuniti (kebersamaan). Hal
ini memungkinkan seseorang mengetahui lebih jauh keberadaan dia dan
lingkungannya untuk dapat melakukan ritual-ritual yang telah dan akan terus
terkonfirmasi satu dengan yang lainnya. Keintiman digital saat ini membuka banyak ruang gerak kita dan menjadi bagian
pembentuk siapa kita. Hal ini menjadi penanda seseorang akan keberadaannya
dalam dunia digital. Oleh karenanya,
setiap orang harus memiliki keunikan sebagai bagian dari identifikasi khusus
sehingga tidak terkooptasi dengan euforia budaya industri 4.0.
Melihat
kilas sejarah hari komunikasi internasional diilhami oleh para penemu
telekomunikasi dan berkumpul dari pakar komunikasi menetapkan 17 Mei sebagai
hari telegraf. Perkembangan informasi dan alat informasi merubah nama menjadi
hari masyarakat telekomunikasi dan informasi
sedunia dan terakhir berubah menjadi hari komunikasi internasional.
Tema
yang diangkat ditahun 2022 adalah “Dengarkan” yang sebelumnya adalah “Pergi dan
Melihat” (2021). Cristopher Moreley menyatakan bahwa hanya ada satu aturan untuk
menjadi pembicara yang baik adalah belajar untuk mendengarkan. Kata dengarkan
dalam rangkaian komunikasi merupakan aspek terbesar dalam memaknai informasi.
Penggunaan alat indera untuk mendengar lebih didominasi sehingga tercipta kode
dan kodifikasi. Semakin banyak kode dan kedifikasi yang dihasilkan akan semakin
membuka diri seseorang dalam menginterpretasikan posisinya. Situasi saat
ini pasca covid 19, kita semua perlu
memahami keberadaan kita dan orang lain dalam membangun komunikasi yang
sehat. Komunikasi yang sehat dicirikan
dengan dengan individu yang terus membangun hubungan yang baik dengan
menekankan prinsip komunikasi yang benar caranya, tepat pesannya, mulia
penghormatannya, pantas menerimanya serta bersih jiwanya.
Diakhir
tulisan ini marilah, kita mengembangkan kebudayaan komunikasi pada pengembangan
karakter yang memenuhi unsur amar ma’ruf,
nahy munkar, dan tu’minuna billah. Keindahan
komunikasi tidak dilihat dari siapa yang berbicara, namun keindahan itu akan
terlihat dari bagaimana komunikasi itu dimaknai bersama dan diterima bersama.
Selaras dengan itu Peter Drucker menyatakan bahwa hal yang terpenting dalam
komunikasi adalah mendengarkan apa yang tak dikatakan.
Selamat
merayakan hari komunikasi internasional. Semoga kita menjadi manusia
komunikatif yang terus mampu memaknai sesuatu peristiwa dengan positif dan
membangun karakter keislaman yang menyejukkan. ###
Kaprodi
Sains Komunikasi, Universitas Djuanda Bogor
Dr.
Ali Alamsyah Kusumadinata, M.Si