Oleh: Ayi Jamaludin Aziz, SE., MM.

(Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Djuanda)

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara perusahaan jasa pengurusan transportasi internasional (international freight forwarding) dan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), kemudian kapan importir menggunakan jasa international freight forwarding dan kapan menggunakan jasa PPJK. Temuan penelitian ini adalah bahwa semua perusahaan international freight forwarding juga merupakan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan setiap Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) belum tentu menerima jasa pengiriman barang impor. Kemudian untuk tujuan efisiensi ongkos angkut (freight cost), importir yang mengimpor barang dalam jumlah kurang dari minimum Sea Cargo LCL (Less Container Load) sebaiknya menggunakan jasa  international freight forwarding dan untuk importir yang mengimpor barang dalam jumlah mencapai minimum Sea Cargo LCL (Less Container Load) atau sejumlah Sea Cargo FCL (Full Container Load) sebaiknya mengurus impor sendiri dengan menggandeng Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).

Kata kunci:    International Freight Forwarding, Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), Sea Cargo LCLSea Cargo FCL.

I.         PENDAHULUAN

Impor merupakan kegiatan memasukan barang ke dalam daerah pabean baik yang dilakukan oleh orang pribadi maupun badan hukum yang dibawa oleh sarana pengangkut telah melintasi batas Negara dan kepadanya diwajibkan memenuhi kewajiban pabean seperti, pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang terutang  (Purwito et al., 2019). Pada dasarnya tujuan dilakukannya impor adalah untuk memenuhi kebutuhan nasional atau untuk merespons permintaan di dalam negeri. Permintaan ini bisa berasal dari masyarakat umum atau dari negara. Alasan yang lainnya melakukan impor barang adalah karena ingin mendapatkan keuntungan. Keuntungan ini diperoleh karena harga barang impor bisa lebih murah dibandingkan barang yang sama yang diproduksi di dalam negeri.   

Saat ini melakukan impor barang sudah semakin mudah, bahkan seorang individu pun sudah bisa membeli barang impor semudah bertransaksi melalui e-commerce dan mengirimkannya langsung ke alamat rumah. Hal ini karena adanya perusahaan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang mengurus transportasi barang dan administrasi impor. Jasa freight forwarding adalah usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang, untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut dan udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya (Sumantri et al. 2018).

Selain menggunakan jasa freight forwarding, impor barang juga bisa dilakukan sendiri dengan syarat memiliki perizinan untuk melakukan impor sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Namun, dalam pelaksanaanya pihak yang akan melakukan impor harus memahami prosedur dan peraturan terkait mengenai perdagangan internasional (ekspor dan/atau impor), dan tidak semua pihak dapat memahaminya. Oleh karena itu pihak tersebut dapat menggandeng Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama pemilik barang (Sumadji et al., 2007).

Dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas sehubungan dengan kegiatan impor barang adalah:

  1. Apa perbedaan antara perusahaan jasa pengurusan transportasi internasional (international freight forwarding) dan  Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)?

2. Kapan importir harus menggunakan jasa  pengurusan transportasi internasional (international freight forwarding) dan kapan harus menggunakan jasa Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)?

II.        TINJAUAN LITERATUR

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: PM 74 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) adalah usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, perkeretaapian, laut dan udara yang mencakup kegiatan pengiriman, penerimaan, bongkar muat, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, pemesanan ruangan pengangkut, pengelolaan pendistribusian, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang, penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya yang diperlukan dan penyediaan sistem informasi dan komunikasi serta layanan logistik. Kemudian yang dimaksud dengan Perusahaan Jasa Pengurusan Transportasi (PJPT) adalah Badan Usaha yang melakukan kegiatan mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, perkeretaapian, laut dan udara.

Menurut Siahaya (2013) freight forwarder adalah badan usaha yang melaksanakan kegiatan pengurusan pengiriman, penerimaan, penyimpanan, pengepakan, pengurusan dokumen ekspor atau impor, konsolidasi, perhitungan biaya angkutan, asuransi serta penyelesaian formalitas bea cukai (custom clearance). Yang tugasnya adalah: (1) menerima barang; (2) menyerahkan barang, (3) menyimpan barang; (4) menyiapkan dokumen pengapalan; (5) menyelesaikan biaya atau tagihan asuransi, biaya angkutan, klaim dan lain-lain yang berkenaan dengan pengiriman barang ekspor atau impor, (6) mengepak barang, (7) mengukur barang; (8) menyelesaikan dokumen-dokumen; dan (9) mengapalkan.

Kemudian Sumadji et al. (2007) mendefinisikan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama pemilik barang. Berata (2014) menyatakan bahwa pengusaha Pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) sebagai jembatan yang menghubungkan antara importir dan Bea Cukai.

Impor adalah membeli barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah yang dibayar menggunakan valuta asing. Dengan konsekuensi barang tersebut harus melalui daerah pabean suatu negara agar impor tersebut dapat dianggap sebagai impor yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Purnamawati et al., 2013). Sedangkan importir adalah badan usaha yang melakukan kegiatan impor (Berata, 2013).

III.     METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu untuk mengungkap kejadian atau fakta, fenomena, dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang sebenarnya terjadi (Sugiyono, 2015). Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Data Sekunder adalah data atau keterangan pendukung yang diperoleh secara tidak langsung dan langsung melalui studi pustaka yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

IV.     PEMBAHASAN

4.1. Perbedaan antara Freight Forwarding dan PPJK

Dalam  Keputusan Menteri Perhubungan nomor 10 Tahun 1988 disebutkan bahwa pengertian Jasa Freight Forwarding (JFF) atau Jasa Pengurusan Transportasi (JPT) adalah  kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya kegiatan pengiriman barang melalui transportasi udara, laut, dan darat. Dengan kegiatan meliputi diantaranya penerimaan barang, penyimpanan barang, sortasi barang, pengepakan barang, dan Penandaan barang, pengukuran barang, penimbangan barang, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya (Doly, 2018).

Jasa freight forwarding ini terdiri dari 4 (empat) segmen yaitu: (Doly, 2018).

·       Pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK); yaitu suatu badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas kuasa importir atau eksportir.

·       Jasa pengurusan transportasi murni (JPT); yaitu jasa yang berhubungan dengan pengiriman barang keberbagai tujuan baik domestik maupun ke luar negeri, dimulai dari pengambilan barang dari tempat penjual/pemilik barang sampai barang tersebut selamat sampai di pelabuhan / bandara yang dituju sesuai dengan sifat barang, tujuan pengiriman, jadwal pengiriman dan jenistransportasi pengiriman apakah melalui udara atau laut.

·       Trucking; yaitu jasa  freight forwarding melalui transportasi darat dengan menggunakan truk.

·       Pergudangan: yaitu jasa  freight forwarding yang melayani konsumen dalam penyimpanan barang-barang yang dimuat dari kapal sebelum didistribusikan ke tempat si penerima barang.

Di Indonesia Freight forwarding atau yang disebut forwarder dibagi ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu: (www.klikpajak.id., 2023)

1.    Forwarder Internasional

Jenis forwarder yang satu ini dikategorikan ke dalam bisnis logistik kelas A. Sebab jenis forwarder Internasional dapat memberikan pelayanan yang lengkap akan berbagai kebutuhan customernya. Beberapa kebutuhan seperti pengiriman produk antar negara, pengeluaran FIATA B/L secara mandiri hingga berbagai sarana prasarana yang menunjang kegiatan jasa ini dapat dipenuhi.

2.    Forwarder Domestik

Forwarder domestik sendiri sebenarnya mempunyai cakupan wilayah yang mirip dengan forwarder Internasional karena dapat melakukan pengiriman antar negara. Akan tetapi jenis forwarder yang satu ini tidak semuanya mempunyai izin untuk mengeluarkan FIATA B/L.

3.    Forwarder Lokal

Untuk jenis ketiga ada forwarder lokal dimana jenis forwarder ini hanya bisa melakukan kegiatan pengiriman serta penerimaan barang dengan cakupan wilayah lokal saja. Meski begitu forwarder lokal masih mempunyai akses dalam pengelolaan EMKA, EMKL dan EMKU.

Pada umumnya forwarder internasional di Indonesia juga merupakan pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK). Misalnya PT. Skypak International (TNT) merupakan forwarder internasional dan juga sebagai PPJK.

Kemudian apa yang dimaksud dengan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), Sumadji et al. (2007) mendefinisikan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengurusan pemenuhan kewajiban pabean untuk dan atas nama pemilik barang. Berata (2014) menyatakan bahwa pengusaha Pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) sebagai jembatan yang menghubungkan antara importir dan Bea Cukai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua perusahaan International Freight Forwarding juga merupakan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan setiap Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) belum tentu menerima jasa pengiriman barang.

4.2.    Kapan importir harus menggunakan jasa  freight forwarding dan kapan menggunakan jasa PPJK

Pada umumnya dalam kegiatan impor barang melibatkan banyak pihak diantaranya yaitu, Bank Devisa, EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut)  atau EMKU (Ekspedisi Muatan Kapal Udara), International Freight ForwarderShipping Company, Perusahaan Asuransi dan Bea Cukai. Namun pihak importir bisa saja hanya berhubungan dengan perusahaan international freight forwarder, ini artinya pihak forwarder yang akan berhubungan dengan pihak-pihak yang berperan dalam pelaksanaan impor tadi. Dengan demikian dalam pelaksanaan kegiatan impor barang, pihak importir dapat melakukannya dengan 2 (dua) cara, yang pertama adalah dengan menggunakan jasa International Freight Forwarder dan yang kedua dengan cara mengurus sendiri dengan dibantu oleh PPJK. Lalu kapan importir harus menggunakan jasa  freight forwarding dan kapan menggunakan jasa PPJK, pilihan ini tentunya harus dikaitkan dengan efisiensi biaya dan aspek perpajakan. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan oleh para penjual dan pembeli dalam proses impor-ekspor ini adalah mengenai ongkos angkut atau sering dikenal dengan istilah freight cost. Semakin tinggi freight cost maka semakin tinggi juga beban pajak, karena pajak dihitung dari harga barang setelah ditambah biaya pengiriman dan asuransi (CostFreight and Insurance / CIF).

Efisiensi biaya menjadi hal yang sangat penting dalam upaya untuk meningkatkan daya saing, serta membangun keunggulan yang kompetitif bagi perusahaan. Freight cost menjadi faktor yang mempengaruhi daya saing perusahaan. Semakin efisien freight cost, tentu harga produk akhir cenderung lebih kompetitif. Dalam perusahaan, biasanya freight cost turut mempengaruhi harga jual produk. Efisiensi freight cost bisa dilakukan demgan cara memilih pengiriman yang yang paling menguntungkan, yaitu dengan memilih metode pengiriman yang paling tepat. Ada tiga metode pengiriman yaitu:

1.    Melalui Laut (Ocean Freight): Ideal untuk pengiriman barang yang lebih besar atau massal atau barang yang tidak memerlukan pengiriman cepat.

2.    Melalui Udara (Air  Freight): Ideal untuk pengiriman dalam jumlah yang lebih kecil atau barang yang dibutuhkan mendesak.

3.    Melalui Darat (Truk dan Kereta Api): layanan ini merupakan cara pengiriman yang dikombinasi dengan pengiriman laut dan udara.

Untuk mendapatkan biaya pengiriman yang tepat, dibutuhkan data yang akurat tentang berat dan dimensi serta HS (Harmonized Systemcode barang yang akan dikirim. Berat dan dimensi barang untuk menghitung freight cost, sedangkan HS Code untuk menentukan regulasi tiap barang impor yang mencakup dokumen apa saja yang harus dipenuhi oleh importir dan menentukan besarnya duty & tax yang harus dibayarkan kepada negara.

Setelah data berat dan dimensi barang yang akan dikirim sudah diketahui, selanjutnya adalah menentukan cara pengiriman barang impor.  Berikut beberapa cara dalam pengiriman barang impor yang dapat gunakan sebagai pedoman pengiriman:

  • Berat barang 1 s/d 45kg, menggunakan Courier.
  • Berat barang 45 s/d 500kg, menggunakan air cargo.
  • Berat barang 0,5 s/d 1 MT (Metric Ton), bisa menggunakan  Sea Cargo LCL (Less Container Load).
  • Berat barang mencapai satu container, bisa menggunakan Sea Cargo FCL (Full Container Load).

Dengan demikian, jika importir hanya melakukan impor beberapa unit barang saja sehingga total beratnya kurang dari 0,5 MT (Metric Ton) atau kurang dari 500kg, maka bisa menggunakan metode pengiriman air cargo. Dalam hal ini importir bisa menggunakan jasa freight forwarding, karena lebih hemat dan efisien. Sedangkan jika total berat barang yang diimpor sudah mencapai minimum Sea Cargo LCL (Less Container Load), sebaiknya importir melakukan impor sendiri dengan menggandeng Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK). Ketika importir melaksanakan impor sendiri, maka lebih banyak kesempatan untuk menekan ongkos kirim dengan mencari shipping company yang lebih hemat atau bisa meminta bantuan shipper (pengirim barang) untuk mencarikan shipping company yang lebih hemat, dan ketika barang tiba di Pelabuhan tujuan, maka semua urusan kepabeanan seperti utusan duty and tax akan ditangani oleh PPJK.

V.       KESIMPULAN

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini sehubungan dengan kegiatan impor barang adalah: (1) apa perbedaan antara perusahaan jasa pengurusan transportasi internasional (international freight forwarding) dan  Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)?, dan (2) kapan importir harus menggunakan jasa  pengurusan transportasi internasional (international freight forwarding) dan kapan harus menggunakan jasa Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)?. Dan hasil penelitian ini ditemukan bahwa semua perusahaan international freight forwarding juga merupakan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan setiap Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) belum tentu menerima jasa pengiriman barang impor. Adapun apabila ada PPJK yang menerima jasa pengiriman barang impor itu biasanya dilempar ke forwarder lain sebagai pihak ketiga.

Kemudian untuk tujuan efisiensi ongkos angkut (freight cost), importir yang mengimpor barang dalam jumlah kurang dari minimum Sea Cargo LCL (Less Container Load) sebaiknya menggunakan jasa  international freight forwarding dan untuk importir yang mengimpor barang dalam jumlah mencapai minimum Sea Cargo LCL (Less Container Load) atau sejumlah Sea Cargo FCL (Full Container Load) sebaiknya mengurus impor sendiri dengan menggandeng Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK).

Daftar Pustaka

Berata, I Komang Oko. (2013). Panduan Praktis Ekspor Impor. Bekasi: Raih Asa Sukses.

Doly, Taripar. (2018). Perpajakan Atas Jasa Pengurusan Transportasi. https://nusahati.com/2018/05/ perpajakan-atas-jasa-pengurusan-transportasi/. Diakses tanggal 18 Januari 2023.

Purnawati, Astuti dan Fatmawati, Sri. (2013). Dasar-dasar Ekspor Impor. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Purwinto, Ali & Indriani. (2019). Ekspor, Impor, Sistem Harmonisasi, Nilai Pabean dan Pajak Dalam Pabean. Bogor: Mitra Wacana Media.

Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 74 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Jasa Pengurusan Transportasi.

Siahaya, Willem. (2013). Sukses Supply Chain Management: Akses Demand Chain Management. Jakarta: In Media.

Sumantri, A. S., & Nugrahanto, R. (2018). Pengaruh Jasa Pelayanan Freight Forwarding Terhadap Kepuasan Pelanggan. Jurnal Sains dan Teknologi Maritim, Volume XVIII Nomor 1, 51–64.

Sumadji, Imam dan Bambang Semedi. (2007). Undang-Undang Kepabeanan. Jakarta: Yayasan Artha Bhakti.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian dan Pengembangan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D. In Metode Penelitian dan Pengembangan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D.

https://klikpajak.id/blog/pajak-jasa-freight-forwarding/