Fakultas Ilmu Pangan Halal (FIPHAL) Universitas
Djuanda (UNIDA) Bogor selenggarakan Seminar Nasional Gebyar Himatepa 2021
dengan tema ?Peluan dan Tantangan Industri Pangan Fungsional dalam
Mengembangkan Produknya di Masa Pandemi Lanjutan? pada tanggal 24 Oktober 2021
secara daring dengan aplikasi Zoom Cloud Meetings. Seminar nasional ini diisi
oleh Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, Prof. Dr. Hardinsyah, M.S, Dosen
UNIDA Bogor, Dr. Mardiah, Ir., M.Si, Lektor Prodi Teknologi Pangan Universitas
Padjajaran, Yana Cahyana, S.TP., DEA. Ph.D dan Dosen Universitas Bakrie, Ardiansyah,
Ph.D. serta turut dihadiri oleh Dekan FIPHAL UNIDA Bogor, Ir. Amar Ma?ruf,
M.Si. beserta jajaran.
Dekan FIPHAL UNIDA Bogor, Ir. Amar Ma?ruf,
M.Si. dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada narasumber dan kepada
seluruh pihak yang terkait dengan Seminar Nasional Gebyar Himatepa 2021 dan
seminar nasional ini sangat penting karena pangan fungsional yaitu pangan yang
memiliki nilai gizi atau memiliki nilai lebih yang memiliki khasiat untuk tubuh
harus diketahui secara lebih detail oleh peserta dan masyarakat luas dan banyak
masyarakat yang mengira teknologi pangan hanya seputar kuliner padahal mencakup
pangan yang lebih luas, itulah salah satu keunggulan teknologi pangan.
Selanjutnya Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia,
Prof. Dr. Hardinsyah, M.S. dalam paparan materinya menyatakan bahwa masalah
gizi dan kesehatan di Indonesia menuju pada transisi pada meningkatnya obesitas
dan penyakit tidak menular yang ditambah pandemi COVID-19 dan gizi dan pangan
sebagai diet telah lama terbukti mencegah penyakit, mempercepat penyembuhan dan
mengoptimalkan kesehatan kebugaran.
?Tren konsumsi pangan khususnya di Indonesia
mengarah ke tiga hal yaitu pada kelompok tertentu menuju healthy diet, kelompok kedua bertahan apa adanya, dan kelompok yang
lain menuju diet tidak sehat. Banyak faktor penyebab hal tersebut. Produk
pangan dapat dikembangkan menjadi pangan memiliki manfaat khusus bagi perbaikan
gizi dan kesehatan khususnya di Indonesia sesuai standar dan regulasi yang ada
yang dimana pangan dengan klaim khusus perlu bukti ilmiah,? tutur Prof. Dr.
Hardinsyah, M.S.
Dosen UNIDA Bogor, Dr. Mardiah, Ir., M.Si.
dalam paparan materinya menyatakan pangan fungsional itu merupakan pangan yang
karena kandungan komponen aktifnya dapat memberikan manfaat bagi kesehatan,
diluar manfaat yang diberikan oleh zat-zat gizi yang terkandung di dalamnya.
Salah satu persyaratan dari pangan fungsional adalah dapat dan layak dikonsumsi
sebagai bagian diet atau menu sehari hari. Dijelaskan juga mengenai 3 fungsi
pangan antara lain primer yaitu memenuhi kebutuhan zat gizi, sekunder yaitu
menarik dan memenuhi cita rasa serta tersier yaitu memiliki nilai fungsional.
?Selanjutnya berdasarkan pengolahannya ada
alami, tradisional, dan modern. Jadi pangan sekarang tidak hanya melulu dari
rasa warna, tapi juga dampak dalam kesehatan juga harus ada. Lalu tren dari
makanan fungsional itu adalah meningkatkan imun, menghambat penuaan,
meningkatkan kebugaran, dan kecantikan. Kondisi pandemi sekarang juga menggugah
masyarakat kita untuk bisa mengetahui bahwa fungsinya makanan itu luar biasa.
Karena kasus COVID-19 ini menyebabkan permintaan makanan kesehatan meningkat
karena munculnya kesadaran masyarakat. Pangan fungsional merupakan inovasi
dalam industri pangan, makin tinggi tingkat kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan maka pangsa pasar pangan fungsional akan semakin meningkat,? ungkap Dr.
Mardiah, Ir., M.Si.
Lektor Prodi Teknologi Pangan Universitas
Padjajaran, Yana Cahyana, S.TP., DEA. Ph.D. dalam paparan materinya mengenai Pangan
Fungsional Berbasis Pangan Lokal untuk Menyokong Ketahanan Pangan Studi Kasus Pati
Pisang menyatakan pemilihan pati ini karena memiliki fungsi ganda yaitu sebagai
pangan fungsional dan ketahanan pangan. Banyak sekali alternatif sumber pati
salah satu contohnya yaitu pisang. Aplikasi pati pisang untuk pangan dilihat
dari sifat fungsional (menentukan pati tersebut layak atau tidak dalam pangan)
dan daya cerna. Pati pisang ini berbentuk lonjong, besar. Kelemahan dari pati
pisang tidak stabil terhadap panas, maka aplikasi kedalam pangan menjadi lebih
luas.
?Penelitian ini memodifikasi pati pisang
menggunakan ozon dan panas. Dalam daya cerna pati pisang modifikasi panas, segi
daya cerna ini terdiri dari 3 jenis yaitu RDS, SDS, RS. RDS mengakibatkan
peningkatan glukosa, sedangkan SDS pelambatan glukosa dan menjadi produk yang
akan dikembangkan sebagai long lasting product.Adapun aplikasi tepung pisang
pada produk pangan salah satunya pada Mie.Dengan menggunakan pati pisang,bukan
hanya mengcreate produk pangan fungsional tetapi juga menyokong ketahanan
pangan,? tutur Yana Cahyana, S.TP., DEA. Ph.D.
Selanjutnya Dosen Universitas Bakrie, Ardiansyah,
Ph.D. dalam paparannya menyatakan potensi dan Tantangan Pangan Fungsional di
Indonesia diantaranya perilaku konsumen sebelum dan setelah COVID-19 yang
dimana Pada awal pandemi ini, masyarakat dihadapi dengan konsumsi dan imunitas.
Pada era ini juga, semangat untuk meningkatkan imunitas kembali diingatkan.
Covid-19 merubah gaya hidup dan keamanan pangan. Semakin banyak orang menyadari
pentingnya mengkonsumsi makanan yang sehat. Walaupun masyarakat menyadari, akan
tetapi dampak negatif dari pandemi ini yaitu menambah beban gizi. Turunnya usia
kerja di masa pandemi ini, daya-beli menjadi turun. Akibatnya sejumlah orang
kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi serta tantangan sistem pangan di era
covid-19 ini, melakukan inovasi (ketersediaan pangan, mencari pangan yang
memiliki komponen bioaktif dimana bisa untuk mengambat pertumbuhan virus.
?Potensi dan tantangan lainnya yaitu status
pangan fungsional di Indonesia yang memiliki bahan aktif dan efek fisiologis.
Di Indonesia itu sendiri kaya akan rempah fungsional dimana Indonesia memiliki
ketersediaan pangan fungsional serta tantangan pengembangan pangan fungsional
di Indonesia dimana masalah yang dihadapi dalam pengembangan pangan fungsional
di Indonesia seperti keterbatasan penyebaran informasi tentang penelitian
pangan fungsional, lemahnya peran kepemimpinan, belum adanya media komunikasi
hasil pengembangan, belum adanya sinkronisasi tujuan, dan regulasi teknis dalam
negeri yang belum mendukung inovasi pangan fungsional,? pungkas Ardiansyah,
Ph.D.