Oleh:
Dr. Ir. Dede Kardaya, M.Si dan drh. Annisa
Rahmi, M.Si
(Dosen Fakultas Pertanian Universitas Djuanda Bogor)
Penyakit mulut dan kuku (PMK) kini
tengah mewabah di Indonesia. Penyakit ini memang tidak menyerang manusia,
tetapi menyerang ribuan hewan ternak di sejumlah wilayah Indonesia. Wabah PMK
ini sebenarnya bukan hal yang baru dan kerap muncul di berbagai negara. Tidak
sedikit negara yang menganggap wabah ini sebagai hal yang biasa. Berikut
fakta-fakta wabah PMK yang saat ini tengah mewabah di Indonesia. Wabah PMK di
Indonesia telah terjadi sejak dua abad lalu, tepatnya pada tahun 1887 silam.
Kala itu wabah PMK disebut muncul melalui sapi yang diimpor dari Belanda. Setelah
1887 masuk, Indonesia beberapa kali menghadapi wabah ini. Wabah PMK terakhir
yang dihadapi Indonesia terjadi pada tahun 1983 yang berhasil diberantas
melalui program vaksinasi. Pada tahun 1986 Indonesia benar-benar dinyatakan
sebagai negara bebas penyakit mulut dan kuku. Lalu, status ini diakui oleh
ASEAN pada tahun 1987, dan secara internasional oleh Organisasi Kesehatan Hewan
Dunia (Office International des
Epizooties-OIE) pada tahun 1990.
Kasus ini
kembali muncul setelah Indonesia dinyatakan bebas PMK lebih dari tiga dekade
lalu. Kasus pertama kali ditemukan di Gresik, Jawa Timur pada 28 April 2022,
dan telah mengalami peningkatan kasus rata-rata dua kali lipat setiap harinya. Menurut
laporan terkini dari Kementan, jumlah kasus hewan ternak yang terinfeksi PMK di
Jawa Timur sebanyak 3.205 ekor dengan angka kematian 1,5%. Sementara kasus PMK
di Aceh sebanyak 2.226 ekor dengan 1 kasus kematian.
Penyakit mulut dan kuku
(PMK) atau Foot and Mouth Disease
(FMD) pada ternak merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh
virus genus Aphtovirus, yakni Aphtaee epizootecae (virus tipe A) keluarga
picornaviridae, yang bersifat akut dan sangat menular pada hewan berkuku
genap/belah. Penyakit ini dapat menyerang ternak ruminansia (sapi, kerbau,
kambing, domba, rusa), babi, unta, dan beberapa hewan liar.
Gejala klinis PMK antara lain demam tinggi bisa mencapai 41?C dan menggigil, tidak nafsu makan (anorexia), penurunan produksi susu drastis pada sapi, kehilangan bobot badan, kehilangan kontrol panas tubuh, myocarditis dan abortus pada hewan muda, pembengkakan limfoglandula mandibularis, hipersalivasi (air liur berlebihan), serta adanya lepuh dan erosi di sekitar mulut, moncong, hidung, lidah, gusi, kulit sekitar kuku, dan puting ambing.
Bagaimana penularan PMK dari hewan ke hewan lainnya?
Negara Indonesia terdiri dari
puluhan ribu pulau dan ratusan pelabuhan besar dan kecil, sehingga rawan
penyelundupan ternak dan bahan asal hewan (daging, kulit, dll.) dari negara
Endemis PMK seperti India, Brasil, Malaysia, Thailand, Filipina dan sekitarnya.
Penyakit ini dapat menyebar dengan sangat cepat mengikuti arus transportasi
daging dan ternak terinfeksi. Penularan
terjadi melalui (1) kontak langsung antara hewan rentan/peka; (2) kontak tidak
langsung antar hewan rentan dan manusia, pakaian, sepatu, peralatan kandang,
kendaraan, limbah yang tercemar oleh virus (dari hewan yang terinfeksi), dan
(3) melalui udara (terutama babi yang terinfeksi banyak menyebarkan virus
melalui udara dari aktivitas pernafasannya). Penyebaran melalui angin ini
mencapai 60 km di wilayah darat dan 300 km di wilayah laut.
Pencegahan penyakit PMK dapat
dilakukan dengan cara biosekuriti berikut: 1) perlindungan
pada zona bebas dengan membatasi gerakan hewan, pengawasan lalu lintas dan
pelaksanaan surveilans, 2) pemotongan pada hewan terinfeksi, hewan baru sembuh,
dan hewan - hewan yang kemungkinan kontak dengan agen PMK, 3) mendesinfeksi
asset dan semua material yang terinfeksi (perlengkapan kandang, mobil, baju,
dll.), 4) pemusnahkan bangkai, sampah, dan semua produk hewan pada area yang
terinfeksi, dan 5) Tindakan karantina. Pencegahan dengan cara medis untuk
daerah tertular dapat dilakukan dengan cara: 1) vaksinasi menggunakan vaksin
virus aktif yang mengandung adjuvant. Kekebalan 6 bulan setelah dua kali
pemberian vaksin, sebagian tergantung pada antigen yang berhubungan antara vaksin
dan strain yang sedang mewabah, 2) meningkatkan
pengawasan lalu lintas ternak di wilayah
darat dan laut, dan 3) pelarangan pemasukan ternak dari daerah tertular.
Pengobatan dan pengendalian penyakit PMK dapat
dilakukan melalui kegiatan: 1) pemotongan dan pembuangan jaringan tubuh hewan
yang terinfeksi, 2) kaki yang terinfeksi diterapi dengan chloramphenicol atau
bisa juga diberikan larutan cuprisulfat, 3) injeksi intravena preparat
sulfadimidine juga disinyalir efektif terhadap PMK, 4) selama dilakukan
pengobatan, hewan yang terserang penyakit harus dipisahkan dari hewan yang
sehat (dikandang karantina terpisah dari kandang hewan sehat), 5) hewan tidak
terinfeksi harus ditempatkan pada lokasi yang kering dan dibiarkan bebas
jalan-jalan serta diberi pakan cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan
tubuhnya, 6) pada kaki hewan ternak yang sehat diolesi larutan Cuprisulfat 5%
setiap hari selama satu minggu, kemudian setelah itu terapi dilakukan seminggu
sekali sebagai cara yang efektif untuk pencegahan PMK pada ternak sapi.
Kebijakan umum yang
diterapkan saat terjadi wabah adalah dengan menghentikan sementara lalu lintas
hewan hidup (keluar dan masuk daerah wabah) dan pengendalian ketat produk hewan
(berbasis risiko). Tujuannya adalah agar virus tidak menyebar ke daerah lain
melalui lalu lintas ternak dan produk hewan yang berisiko tinggi. Selain itu,
dengan cara mengisolasi hewan yang terinfeksi dan diberikan terapi suportif, vaksinasi
dan peningkatan biosecurity. Biosekuriti ini mencakup biosekuriti barang,
kandang, karyawan peternakan, tamu kunjungan, kendaraan, dan ternak.
Dampak yang ditimbulkan oleh adanya PMK di masyarakat adalah munculnya ?kepanikan? dan ?kekhawatiran? mengkonsumsi hewan. Kekhawatiran masyarakat dalam mengkonsumsi daging dan susu tentunya akan berimbas pada penurunan kebutuhan (demand) terhadap daging dan susu, yang tentunya akan merugikan peternak dan usaha peternakan. Ancaman ke depan dari PMK di dalam negeri adalah keterbatasan bahkan penurunan ketersediaan pasokan (supply) hewan hidup dan produk hewan (daging dan susu). Dampak lebih global adalah penghentian sementara impor komoditas peternakan yang berasal dari negara wabah, karena negara tujuan ekspor yang bebas PMK akan menolak pemasukan produk peternakan dari daerah wabah, bahkan bisa lebih parah lagi adalah penghentian impor jenis komoditas pertanian lainnya oleh negara bebas PMK.
Apakah PMK pada hewan membahayakan Kesehatan manusia?
Sejauh ini belum ada laporan ilmiah yang menyatakan bahwa PMK pada hewan dapat menular ke manusia, sehingga penyakit ini tidak termasuk dalam kategori zoonosis atau dapat disimpulkan bahwa PMK pada hewan tidak membahayakan kesehatan manusia. Daging dan susu tetap aman dikonsumsi selama dimasak dengan benar. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan sebagian daging ternak yang terinfeksi penyakit mulut dan kuku (PMK) masih bisa dikonsumsi, kecuali bagian mulut, jeroan dan bibir seperti lidah yang memang tidak layak dimakan.
Tips penanganan produk hewan
- Tips penanganan daging segar dan jeroan dari pasar tradisional
- Daging tidak dicuci sebelum diolah (rebus dahulu selama 30 menit di air mendidih).
- Dinginkan lalu bekukan. Jika daging tidak langsung dimasak atau akan disimpan di freezer, maka daging Bersama kemasan disimpan terlebih dahulu pada suhu dingin/chiller minimal 24 jam.
- Pastikan memilih jeroan yang telah direbus (atau jika jeroan masih mentah, rebus dahulu di dalam air mendidih selama 30 menit sebelum disimpan di kulkas/diolah).
- Bekas kemasan daging tidak langsung dibuang (rendam dahulu dengan detergen/pemutih pakaian/cuka dapur untuk mencegah cemaran virus ke lingkungan).
Tips menjual daging yang aman di pasar tradisional
- Hanya menjual daging dan jeroan dari rumah potong hewan yang ditunjuk dan diawasi oleh pemerintah.
- Hanya menjual daging dan jeroan yang disertai dengan Surat Keterangan Kesehatan Daging atau Surat Keterangan Kesehatan Produk Hewan serta stemple pada daging yang dinyatakan ?baik?.
- Cuci peralatan penanganan daging dan jeroan dengan detergen.
Tips penanganan produk hewan untuk industri
- Daging (pengalengan/dipanaskan hingga suhu internal min 70 ?C selama 30 menit, pengeringan setelah penggaraman).
- Susu (panaskan hingga suhu 132 ?C miniml 1 detik (UHT), jika pH susu <7.0 panaskan minimal 72 ?C selama 15 detik (HTST), jika pH susu >7,0 proses HTST dilakukan 2 kali).
- Kulit (lakukan penggaraman yang mengandung natrium karbonat 2% selama 28 hari.
- Bulu babi (rebus minimal 1 jam atau rendam minimal 24 jam dalam larutan formaldehid 1%).
Sumber:
- Brown C. & Torres A., Eds. (2008). - USAHA Foreign Animal Diseases, Seventh Edition. Committee of Foreign and Emerging Diseases of the US Animal Health Association. Boca Publications Group, Inc.
- Coetzer J.A.W. & Tustin R.C. Eds. (2004). - Infectious Diseases of Livestock, 2nd Edition. Oxford University Press.
- Fauquet C., Fauquet M., & Mayo M.A. (2005). - Virus Taxonomy: VIII Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. Academic Press.
- http://dkpp.jabarprov.go.id/post/694/penyakit-mulut-dan-kuku-pada-hewan-ternak-ruminansia. Diakses pada 17 Mei 2022.
- https://bogorkab.go.id/post/detail/mengenal-bahaya-penyakit-mulut-dan-kuku. Diakses pada 17 Mei 2022.
- https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20220514080653-255-796669/5-fakta-penyakit-kuku-dan-mulut-yang-sedang-mewabah-di-indonesia. Diakses pada 17 Mei 2022.
- Pedoman Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia. 2022. www.pertanian.go.id.
- World Organisation for Animal Health (2012). - Terrestrial Animal Health Code. OIE, Paris.