Kemajuan
desa dapat ditingkatkan dengan mengubah pendekatan pembangunan yang digunakan.
Pengubahan pendekatan dimaksud dapat ditempuh melalui penerapan inovasi desa.
Inovasi desa dilakukan untuk menghasilkan sesuatu yang baru (something new). Kebaruan ini diperoleh
dengan mengubah gagasan (idea), cara
(method), atau produk (product) yang ada. Dengan demikian,
inovasi membawa gagasan baru, metode baru, atau produk baru bagi desa.
Salah
satu Tim Inovasi Desa Universitas Djuanda (UNIDA) melaksanakan pengabdian
masyarakat dalam rangka menggali, menemukan dan mengembangkan inovasi desa di
Desa Jogjogan Kecamatan Cisarua. Tim Inovasi Desa UNIDA Bogor tersebut adalah:
(1) Duta Inovasi Desa Dina Marlina, Mutiara Qurota Ayun, Eklefina Ngilamele, Bintang
Badriansyah Hardi, Inna Rotul Huda, dan Ahmad Riswan Sulaeman. (2) Dosen Pendamping
Inovasi Desa Drs. Gotfridus Goris Seran, M.Si dan Berry Sastrawan, S.Sos, M.AP.
Inovasi desa yang dikembangkan
adalah inovasi desa berbasis potensi lokal, dalam arti potensi yang ada di Desa
Jogjogan. Dalam hal ini, potensi lokal menjadi kunci bagi pengembangan inovasi
desa.
Ketika menerima Tim
Inovasi Desa UNIDA di Kantor Desa Jogjogan (Rabu, 6/4) dalam rangka pengesahan
inovasi desa yang telah dihasilkan, Kepala Desa Jogjogan, H.
Enjang Ruslan Purnama, SH, menegaskan bahwa inovasi desa yang dikembangkan bertolak
dari potensi yang ada di Desa Jogjogan. Potensi dimaksud salah satunya adalah
makanan-makanan tradisional. Makanan-makanan tradisional seperti enye-enye,
ranginang, rangining, dapros, kutu mayang, dan lain-lain dapat dibuatkan
inovasi untuk dikembangkan lebih lanjut.
Lebih lanjut, Kepala
Desa Jogjogan, H. Enjang Ruslan Purnama, SH, menekankan bahwa ujung tombak
pembuatan makanan-makanan tradisional tersebut adalah ibu-ibu di desa, sehingga
desa melalui TP PKK Desa Jogjogan berusaha menggerakkan ibu-ibu di desa untuk
mengembangkan inovasi desa yang bersumber dari makanan-makanan tradisional. Saat diterima Kepala
Desa beserta jajarannya di Kantor Desa Jogjogan (Rabu, 6/4), Dosen Pendamping Inovasi
Desa, Drs. Gotfridus Goris Seran, M.Si, menuturkan bahwa inovasi
desa yang dikembangkan bertolak dari potensi yang ada di Desa Jogjogan berupa
makanan-makanan tradisional. Dari makanan-makanan tradisional yang ada di Desa Jogjogan,
enye-enye dipilih untuk dikembangkan sebagai inovasi desa karena dua alasan. Pertama, singkong sebagai bahan dasar
mudah diusahakan dan mudah didapatkan. Kedua,
kapasitas dan pengetahuan dasar pembuatan enye-enye sudah dipunyai masyarakat,
dalam hal ini ibu-ibu di desa.
Lebih lanjut, Dosen Pendamping
Inovasi Desa, Drs. Gotfridus Goris Seran, M.Si, menggambarkan bahwa inovasi
desa Jogjogan Chips EnyeMilanKu dihasilkan dari enye-enye yang diperbaharui
dalam tujuh aspek.
Pertama,
enam aspek terkait produk, yaitu: (1) jenis (kind), biasanya berukuran bulat besar dibuat dalam bentuk cemilan
potongan-potongan kecil dan tipis (chips),
(2) bentuk (form), biasanya berbentuk
bulat besar dibuat dalam bentuk bulat-kecil, persegi empat, persegi panjang,
dan segitiga (bentuk-bentuk yang mudah dibuatkan), (3) ukuran (size), biasanya berukuran bulat besar
dibuat menjadi ukuran kecil dan tipis, (4) tampilan permukaan (texture), tampilan permukaan rata dan
bercorak, (5) rasa (taste), rasa
gurih/original dikembangkan menjadi rasa asin, pedas, dan manis, (6) kemasan (package), diberi kemasan aluminium foil
dan plastik.
Kedua, satu aspek terkait nonproduk, yaitu mind set/culture set, yang berhubungan dengan perubahan pola pikir dan budaya masyarakat desa. Enye-enye yang dibuat untuk kebutuhan subsisten sehari-hari diproduksi menjadi Jogjogan Chips EnyeMilanKu sebagai usaha ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat desa (karenanya pada kemasan dicantumkan komposisi bahan, kadar gizi, berat isi, harga, eco-go-green, halal, dan kedaluarsa).