Sekolah Pascasarjana Universitas Djuanda
(UNIDA) selenggarakan Webinar Nasional Save Puncak : Menghadirkan Kawasan
Puncak Sebagai Kawasan Wisata yang Ramah, Aman, Nyaman, dan berkelanjutan. Webinar
Nasional terlaksana secara virtual melalui aplikasi Zoom Cloud Meetings pada
Rabu, 23 Maret 2022 dan diisi oleh Rektor UNIDA, Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH.
selaku Keynote Address, Bupati Bogor, Ade Yasin, SH., MH, Anggota Komisi V DPR/MPR
RI, Drs. Mulyadi, MMA, Kapolres Bogor, AKBP Dr. Iman Imanuddin serta Dosen UNIDA
Bogor, Dr. Lucky Hikmat Maulana, M.Si. Webinar Nasional tersebut merupakan
bagian dari rangkaian Milad ke-35 UNIDA.
Rektor UNIDA Bogor, Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH.
dalam welcome remarks menyampaikan webinar kali ini sangat menarik dan
mengangkat problematika dari tahun ke tahun di kawasan Puncak yang sampai saat
ini belum tuntas.
?Kalau kita melihat beberapa faktor lingkungan
yaitu dimana idealnya 80% kawasan puncak seharusnya merupakan kawasan hutan
lindung, akan tetapi pemerintah ingin Puncak sebagai kawasan wisata yang dimana
dalam kawasan tersebut terdapat masalah yang sampai saat ini belum dapat
diselesaikan yaitu kemacetan, khususnya di akhir pekan. Melalui webinar kali
ini Alhamdulillah telah hadir narasumber yang berkompeten dibidangnya sehingga
diharapkan webinar kali ini dapat menemukan solusi atas problematika Puncak. Harapannya
hasil dari webinar ini dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi pemerintah
pusat, pemerintah daerah serta bagi masyarakat. Terima kasih juga kepada
seluruh panitia atas terselenggaranya webinar ini dan diharapkan dapat berjalan
dengan lancar dan mendapatkan hasil yang diharapkan,? tutur Prof. Dr. Suhaidi,
SH., MH.
Dalam kesempatan yang sama, Bupati Bogor, Hj. Ade
Yasin, SH., MH dalam paparan materinya menyatakan bahwa kawasan puncak menjadi
kawasan yang strategis dan menjadi kawasan pariwisata? primadona di Kabupaten Bogor. Namun,
permasalahan yang saat ini masih terjadi di kawasan puncak adalah kemacetan yang
juga banyak orang mengenal dengan istilah ?wisata macet?. Puncak menjadi
unggulan di sektor wisata yang tentunya diharapkan bahwa perencanaan
pengembangan yang tepat dalam sektor pariwisata dapat menghasilkan penyerapan
tenaga kerja, menambah pendapatan dan menggerakan perekonomian daerah.
?Pemerintah tidak ingin terlalu mengeksploitasi
Puncak, karena Puncak terdiri dari kawasan konservasi, perkebunan dan
lain-lain, oleh karena itu kami sudah batasi pembangunan gedung-gedung permanen
untuk perlindungan kawasan Puncak dan pemerintah ingin menerapkan kawasan
hijau, lestari, alami dan lebih ke nuansa wisata pedesaan serta? wisata ramah alam. Puncak saat ini sudah
menyediakan homestay yang ramah lingkungan dibanding dengan hotel megah karena
faktor keadaan tanah yang tidak terlalu kuat. Dengan konsep alam, Puncak tidak
akan kehilangan wisatawan karena pada tahun 2019 saja untuk wisatawan domestik
itu tercatat 9.397.067 jiwa, tahun 2020 tercatat 5.057.335 dan 2021 tercatat
6.453.345 jiwa sedangkan untuk wisatawan mancanegara pada tahun 2019 tercatat
323.518 jiwa, untuk tahun 2020 terdapat 60.552 jiwa dan pada tahun 2021
tercatat 2.609 jiwa. Jumlah kunjungan tersebut dapat dikatakan tinggi walaupun
terdapat penurunan dikarenakan pandemi COVID-19 yang harus menerapkan berbagai
peraturan,? tuturnya.
?Dasar hukum kepariwisataan Kabupaten Bogor itu
menginduk pada Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 2011. Prinsip dan konsep
pembangunan kepariwisataan di Kabupaten Bogor yaitu di Puncak dan Lido serta
sekitarnya harus berprinsip berkelanjutan, tangguh dan inklusif yang bermanfaat
untuk semua orang. Dan saya tetap berpendapat bahwa solusi kemacetan Puncak itu
adalah jalur Puncak II, Puncak II itu anggarannya tidak sampai 1 triliun. Jalur
Puncak II juga bukan hanya solusi untuk jalur Puncak akan tetapi solusi juga
untuk pariwisata Cianjur karena kawasan Cianjur terhimpit macet untuk ke Cianjur
jika lewat Puncak macet begitupun lewat Bandung tetap macet oleh karena itu
Jalur Puncak II bukan hanya dapat menyelamatkan Puncak akan tetapi dapat
menyelamatkan daerah lain,? ungkap Hj. Ade Yasin, SH., MH.
Anggota Komisi V DPR RI, Drs. Mulyadi, MMA
dalam paparan materinya menyatakan bahwa memandang Puncak tidak saja memandang
sebagai destinasi wisata karena memandang Puncak minimal ada 3 hal yaitu puncak
sebagai destinasi wisata atau jalur wisata, puncak sebagai jalur lintasan dan puncak
sebagai jalur nostalgia. Puncak dalam konsep jauh sudah dibahas saat pertemuan
dengan Dinas Perhubungan disampaikan bahwa kemacetan di Jalur Puncak berada
dititik itu-itu saja sejak dulu oleh karena itu sebagai pemilik wewenang
mengenai permasalahan tersebut disampaikan bahwa apakah ada solusi seperti
relokasi atau pembangunan fly over, underpass atau bahkan bundaran
untuk mengurangi kemacetan yang sulit untuk diatasi.
?Untuk Kementerian PUPR bahwa sudah ada
pertemuan sudah diingatkan bahwa masalah Puncak harus diatasi dan pemerintah
harus hadir dan puncak dalam masalah kemacetan sering disebut dengan ?Puncak Horor?
yang dimana kemacetan sangat parah sampai 10 jam lebih. Opsi jangka panjang yaitu
jalur Puncak II yaitu sebagai solusi utama karena jalan Puncak saat ini
bebannya sudah berat. Puncak memiliki 3 dimensi dalam pandangan saya yaitu
jalur, masyarakat dan kondisi alam, solusi menengah revitaslisasi jalur, dan
jangka pendek untuk permasalahan jalur Puncak membuat underpass, fly
over dan bundaran di simpul kemacetan untuk mengurai kemacetan dan
masyarakat dapat menikmati wisata di Puncak. Dan diharapkan webinar kali ini
dapat menjadi rekomendasi dan menjadi bagian bahan dan referensi untuk mencari
solusi permasalahan di Kawasan Puncak,? ungkap Drs Mulyadi, MMA.
Kasat Lantas Polres Bogor, AKP Dicky Anggi
Pranata, S.I.K., M.Si., CPHR dalam paparan materinya mengenai Penanganan
Kemacetan di Jalur Puncak menyampaikan bahwa permasalahan-permasalahan di jalur
Puncak seperti banyaknya pembangunan second home atau villa, wisma dan
hotel yang didominasi oleh warga Jakarta, banyaknya sentra ekonomi rakyat
disepanjang jalur puncak yang memanfaatkan bahu jalan seperti rumah makan,
hotel, supermarket serta pasar buah, adanya lokasi wisata dadakan disepanjang
jalur gunung mas sampai dengan Rindu Alam sehingga kendaraan parkir sembarangan
serta jumlah angkot yang volumenya sangat besar yang tidak sesuai dengan
kapasitas jalan. Kawasan Puncak merupakan kawasan primadona khususnya untuk
masyarakat Jakarta dan sekitarnya karena jaraknya yang dapat dikatakan cukup
dekat. Tujuannya untuk mengurai kemacetan, saat ini dilaksanakan kebijakan
Ganjil Genap pada akhir pekan bukan untuk menghambat masyarakat berwisata ke
Puncak akan tetapi justru diharapkan arus kendaraan yang masuk akan lebih
lancar.
?Ada 15 titik masalah yang menjadi titik
kemacetan disepanjang jalur Puncak diantaranya simpang Gadog, simpang Pasir
Angin, Cimory 3, simpang Megamendung, Cimory 2, simpang Cilember, Cimory 1,
simoang Lembah Nyiur, simpang Lokawiratama, Pasar Cisarua, simpang Jatiwangi,
simpang Taman Safari, Warung Kaleng, Gunung Mas, Attawun serta Rindu Alam
sehingga Polisi menmpatkan personel di titik-titik tersebut untuk mengurai
kemacetan. Upaya penanganan kemacetan di jalur Puncak yang diterapkan yaitu
pemberlakukan Ganjil-Genap dan pemberlakuan satu arah atau one way. Jadi
simpulan dan saran untuk kemacetan Puncak adalah kemacetan di jalur Puncak
disebabkan oleh kapasitas jalan yang tidak seimbang dengan jumlah kendaraan; ditambah
adanya titik hambat keluar masuk kendaraan dari persimpangan, rumah makan,
hotel; dan pasar buah dan adanya kendaraan angkutan umum yang berhenti
sembarangan. dan mengetem sembarangan. Selain penertiban PKL yang berjualan di
sepanjang Gunung Mas sampai Rindu Alam secara continue. Perlu adanya pengetatan
kebijakan Ganjil-Genap di jalur Puncak yang dilaksanakan secara bersama melibatkan
instansi terkait serta penerapan one way selama ini cukup efektif walaupun
masih ada kekurangan,? tutur AKP Dicky Anggi Pranata, S.I.K., M.Si., CPHR.
Selanjutnya Dosen UNIDA Bogor, Dr. Lucky Hikmat
Maulana, M.Si. dalam paparan materinya mengenai Manajemen Bisnis Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif dalam Menghadirkan Pariwata yang Ramah, Nyaman dan
Berkelanjutan menyatakan bahwa karena pembahasan Puncak ini berkaitan dengan
berkelanjutan jadi harus dikaitkan dengan Suistainable Development Goal
(SDGs) yang intinya bagaimana sebuah pembangunan harus berkelanjutan,
berkelanjutan berarti apa yang dinikmati hari ini maka harus dapat dinikmati
oleh generasi selanjutnya. Tidak boleh ada yang tertinggal dan sifatnya harus
universal dan terintegrasi, dalam hal kaitannya dengan pariwisata terdapat 3
poin yang sering disebut dengan The Tripple Buttom Lines yang akan
bersentuhan dan keterkaitan sangat erat yaitu sosial, lingkungan dan ekonomi
yang semuanya itu harus sustainable. Dalam aspek pembangunan dalam poin
ekonomi yaitu harus menguntungkan secara ekonomi, kontribusi kepada kekayaan
lokal, adanya kualitas SDM dan berkeadilan sosial. Dalam aspek lingkungan alam
tentunya kawasan Puncak itu penuh dengan destinasi wisata dan infomasi dari
BPBD bahwa 80% lokasi tersebut berada pada kondisi rawan bencana dan ini perlu
kearifan masyarakat dan pemerintah agar tidak terjadi bencana yang pada
dasarnya ada bencana yang diakibatkan oleh aktivitas manusia itu sendiri, dan
untuk aspek sosial budaya yang dimana di kawasan Puncak sudah terjadi perubahan
akukturasi budaya misal dimana fenomena Warung Kaleng itu sampai mendunia.
?Yang terjadi di Puncak adalah antara
permintaan dan sediaan itu tidak sinkron, pengaturan apapun ini akan menjadi
kendala jika over kapasitas karena supply menjadi sangat tinggi akan
menjadi masalah kedepannya oleh karena itu lembaga pengatur sosial kemudian
tokoh-tokoh masyarakat ini akan menjadi sangat penting. Efek domino industri
pariwisata sangan luar biasa, diawali dengan dari perjalanan wisata,
perencanaan wisata sampai ke objek wisata, berapa banyak bidang usaha yang
dapat dimanfaatkan seperti transportasi, makanan, hiburan, akomodasi dan
lainnya. Bidang usaha yang dapat dijalankan dalam pariwasata sudah diatur dalam
UU RI No. 9/1990 diantaranya bidang usaha jasa pariwisata, bidang usaha sarana
serta Usaha ODTW,? ungkapnya.
?Strategi bisnis ke depan harus menyesuaikan
perkembangan zaman dan tekonologi, termasuk para pengusaha di kawasan Puncak
baik itu UMKM dan pengusaha yang sudah mapan mau tidak mau Digital Micro
Targeting untuk menyasar quality tourism ini harus sudah digencarkan
lagi. Dunia sudah berubah, fenomena sudah berubah konten influencer sangat
berperan. Pengusaha kawasan Puncak harus kerjasamakan dengan film creator
sebagai sarana promosi tidak langsung serta pengusaha Puncak harus membawa
event dunia, regional dan domestik dan ciptakan event domestik yang mendunia,
para pengusaha minimalnya bisa saja membuat event Nonton Bareng (Nobar) ini
bisa menjadi semarak. 3 saran dalam kesempatan ini yaitu kenali perubahan
perilaku wisatawan, bertransformasi secara aktif serta perkuat strategi
pemasaran digital,? tutur Dr. Lucky Hikmat Maulana, M.Si menambahkan.
Sebagai penutup dari rangkaian kegiatan webinar
nasional tersebut, Chancellor UNIDA Bogor, Dr. H. Martin Roestamy, SH., MH
dalam Closing Remark menyampaikan bahwa jika dilihat dari sosial
budayanya ada dampak dari asimilasi, ada dua dampak yang pertama dampak positif
diantaranya pengadaan air, pembangunan atau perbaikan rumah ibadah atau mesjid,
perbaikan fasilitas publik, pertumbuhan ekonomi lokal kawasan Puncak, pernikahan
campuran, dakwah, waqaf dan zakat. Sedangkan untuk dampak negatifnya sangat
jelek yaitu diantaranya penyakit masyarakat (pekat) seperti pelacuran, judi,
minuman keras, pencurian dan dampak negatif lainnya seperti di kawasan Puncak
menjadi kawasan nikah Mut?ah atau pernikahan sementara.
?Untuk permasalahan di Puncak maka kami
menawarkan penguatan kelembagaan dalam menjaga migrant groups dengan
baik, karena banyak masalah yang terjadi dalam migrant groups harus
dibenahi. Selain migrant groups, kita juga harus mengembangkan
akselerasi percampuran budaya dan UNIDA sedang mengembangkan itu bersama
masyarakat. Untuk saran kemacetan Puncak bagaimana jika pengaturan entry no
entry seperti pada hari Sabtu dan Minggu kendaraan Bus tidak diperbolehkan masuk,
lalu pengembangan traffic management atau rekayasa lalu lintas yang
dibutuhkan untuk hari Sabtu dan Minggu. Pembinaan UMKM seperti PKL liar yang
memakan jalan itu harus dibenahi secara teliti agar tidak ada pihak yang
dirugikan,? tutur Dr. H. Martin Roestamy, SH., MH.
?Dalam rangka panjang, solusi pembangunan jalur
Puncak II sangat dibutuhkan. Banyaknya pajak yang diambil dari kawasan Puncak
harus sebanding dengan keuntungan yang diperoleh masyarakat Puncak, oleh karena
itu mari kita bangun Puncak lebih komprehensif baik ditinjau dari aspek fisik,
sosial, ekonomi, hukum dan lingkungan. UNIDA Bogor juga berkiprah di kawasan
Puncak dengan menyelenggarakan penyuluhan hukum di daerah Puncak untuk membantu
pemerintah meningkatkan peran masyarakat agar ikut membangun dan menikmati
Puncak sebagai Kawasan pariwisata. Tiga (3) hal yang dapat ditawarkan
diantaranya penguatan kelembagaan, pengaturan yang lebih tegas dan budaya
masyarakat yang dapat mematuhi dua hal yang lainnya,? tambah Dr. H. Martin
Roestamy, SH., MH.