Chancellor Universitas Djuanda (UNIDA) Prof. Dr. H. Martin Roestamy, S.H., M.H menjadi salah satu narasumber dalam konferensi internasional bertajuk “The 3rd International Conference on Sustainability in Technological, Environmental, Law, Management, Social and Economic Matters (3rd ICOSTELM) 2024. Konferensi internasional yang diselenggarakan oleh Universiti Geomatika Malaysia (UGM) tersebut dilaksanakan pada Kamis, 13 Juni 2024 di World Trade Centre Kuala Lumpur, Malaysia, dengan mengangkat tema “University in Industry, Visualising The Impossible”.

 

Dalam kesempatan ini, Chancellor UNIDA Prof. Dr. H. Martin Roestamy, S.H., M.H memaparkan materi berjudul “Model Penyelesaian Konflik Tanah dengan Hak-Hak Masyarakat Adat dalam Pembangunan Ibu Kota Baru Indonesia Nusantara dengan Keadilan dan Martabat”.



 

Diawal pemaparannya, Prof. Dr. H. Martin Roestamy, S.H., M.H menyampaikan bahwa pembangunan Ibu Kota Baru Nusantara (IKN) adalah proyek besar yang berdampak signifikan pada populasi lokal dan lingkungan. Bukti terbaru menunjukkan bahwa konflik tanah akan semakin meningkat seiring dengan percepatan pembangunan.

 

Oleh karena itu, menurut Prof. Dr. H. Martin Roestamy, S.H., M.H resolusi konflik tersebut harus dibangun dengan keadilan dan martabat bagi masyarakat, terutama dengan mengakui klaim historis mereka.

 

Prof. Dr. H. Martin Roestamy, S.H., M.H menjelaskan, dalam resolusi konflik dan akuisisi tanah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni dengan melakukan dialog inklusif dan rekonsiliasi, menetapkan regulasi akuisisi tanah yang jelas, serta adanya kompensasi yang memadai.



 

Resolusi konflik tanah yang adil dan bermartabat, artinya dilakukan dengan melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan dan pastikan suara serta kekhawatiran mereka didengar dan ditangani. Kemudian penetapan prosedur yang jelas dan konsisten untuk menyelesaikan sengketa tanah, serta pastikan transparansi di semua tahapan proses menjadi hal yang penting.

 

Selain itu, perlu adanya pengakuan maupun menghormati klaim historis dan hak-hak tanah tradisional masyarakat adat, serta modifikasi proses pembuktian formal untuk menerima catatan historis, dokumentasi ahli atau ilmiah, dan arsip. Adapun terkait dengan kompensasi, harus adanya pemberian kompensasi yang tidak hanya mencakup nilai pasar, tetapi juga dampak sosial, budaya, dan ekonomi, serta pastikan kompensasi tersebut adil, memadai, dan tepat waktu.

 

Pada penyampaian kesimpulannya, Prof. Dr. H. Martin Roestamy, S.H., M.H menegaskan kembali bahwa perlu adanya pendekatan formal dalam proses pembuktian harus dimodifikasi untuk menerima catatan historis, dokumentasi ahli atau ilmiah, dan arsip untuk menetapkan keberadaan komunitas lokal. Dengan begitu, diharapkan pengakuan atas klaim historis dan hak-hak tanah tradisional masyarakat adat dapat diperkuat, memberikan landasan yang kokoh bagi proses pengambilan keputusan yang adil dan bermartabat.