HARI TANPA BELANJA
Oleh : Susy Hambani, SE., MH.
Dosen Prodi Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Djuanda
Buy
Nothing Day atau Hari Tanpa Belanja diperingati setiap
26 November. Peringatan ini bertujuan
untuk melawan gaya hidup konsumerisme. Konsumerisme sendiri bagian yang tidak bisa terpisahkan dari gaya hidup
manusia di dunia sekarang ini. Salah
satu contohnya adalah dengan
teknologi yang semakin aktual, maka akan terlahir darinya suatu budaya yang terbilang konsumtif di kalangan
masyarakat. Salah satu konsekuensi gaya hidup manusia dari teknologi ini adalah dengan terlahirnya
suatu “Budaya Konsumerisme”, yang
dimotori oleh kekuatan kapitalis
membuat kegiatan konsumsi berubah
mengarah kepada pemborosan serta penggunaan sumber daya yang berlebih, konsumerisme dikalangan masyarakat lebih mengarah pada mode gaya hidup yang popular di kalangan remaja,
akibat dari arus globalisasi, informasi, dan kemajuan
teknologi informasi serta media massa..
Peningkatan kemampuan belanja masyarakat
adalah sebenarnya bukan sesuatu yang buruk.
Bahkan meningkatnya daya beli dan daya belanja masyarakat di berbagai kalangan justru bisa membuat pertumbuhan ekonomi
suatu negara meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) sektor konsumsi rumah tangga berkontribusi hingga 53,65% dan tumbuh 4,34% pada
kuartal I-2022. Pertumbuhan tersebut karena adanya peningkatan mobilitas
masyarakat di kegiatan
ekonomi salah satunya
adalah belanja. Namun,
belanja bisa menjadi
hal yang buruk
jika dilakukan secara berlebihan. Membeli bukan karena adanya kebutuhan
tetapi karena keinginan yang
berlebihan. Bahkan Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, seperti
dikutip dari ayat Al-Qur’an Al-A’araf
: 31 “Wahai anak cucu Adam! Pakailah
pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah,
tetapi jangan berlebihan. Sungguh,
Allah tidak menyukai
orang yang berlebih-lebihan.” (https://alamisharia.co.id/blogs/hari-tanpa-belanja-bijak-dalam-belanja/)
Biasanya awal bulan atau menjelang hari
raya konsumsi belanja masyarakat meningkat,
masyarakat cenderung lebih konsumtif. Untuk meredam gaya hedonisme dan
konsumerisme tersebut di bulan November
ini ada Hari Tanpa Belanja
atau Buy Nothing Day yang diperingati setiap tanggal 26 November. Sebenarnya sejarah dari Hari Tanpa
Belanja ini sudah ada sejak lama, sebelum
maraknya trend Harbolnas
atau belanja tesebut.
Menurut sejarahnya, Hari Tanpa Belanja
pertama kali muncul
di Vancouver pada September 1992. Gerakan ini muncul dari ide seorang seniman bernama Ted Dave.
Peringatan Hari Tanpa Belanja ini muncul sebagai tindakan protes terhadap
budaya konsumerisme di Amerika Serikat pada perayaan
Thanksgiving. Ted Dave melihat Thanksgiving yang awalnya dimaksudkan untuk
bersyukur malah menjadi
kekacauan dan keserakahan karena banyak orang yang berbelanja melebihi apa yang dibutuhkan. Kemudian ia mencetuskan
memunculkan Hari Tanpa Belanja setiap Black Friday
untuk melawan konsumerisme. https://alamisharia.co.id/blogs/hari-tanpa-belanja-bijak- dalam-belanja/).
Tujuan
dirayakannya Hari Tanpa Belanja ini dilakukan untuk menekan angka konsumerisme yang terjadi di belahan dunia manapun. Sebagai
konsumen kita perlu mempertanyakan
produk yang kita beli dan menantang perusahaan yang memproduksinya. Melansir Buy nothing day, saat ini mulai menyaksikan risiko sebenarnya
terhadap lingkungan dan konsumsi
berlebihan negara-negara berkembang. Oleh karena itu, setiap orang harus bertanggung jawab dan mengambil langkah
proaktif untuk turut menyelesaikan permasalahan iklim. Hari Tanpa Belanja merupakan langkah yang bagus untuk
memulai. Salah satu caranya cukup mengurangi belanja agar tidak
hidup konsumtif. Hal ini juga mendorong untuk menjaga lingkungan, sehingga tidak terjadi
limbah berlebih dari kemasan produk-produk sekali pakai.
Meskipun hanya satu tahun sekali yaitu
di tanggal 26 November selalu diperingati sebagai Hari Tanpa Belanja, tetapi bukan
berarti di hari tersebut kita tidak belanja sama sekali atau di hari-hari lain kita tetap konsumtif. Bisa ambil
pelajarannya dari Hari Tanpa Belanja, bahwa
membeli atau berbelanja bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan penghasilan kita. Jangan jadikan kita pribadi yang besar pasak daripada tiang, atau boros. Berbelanjalah sesuaikan
dengan kebutuhan dan budget yang kita miliki.
Atau jika kita menginginkan sesuatu
baik itu dalam bentuk barang
atau liburan, bisa kita tahan dan menabung
secara konsisten untuk
bisa meraihnya. Kebiasaan
berbelanja yang berlebihan bisa sangat berbahaya
jika tidak dikontrol. Bukan tak mungkin, kebiasaan
berbelanja yang berlebihan bisa membuatmu terlilit utang. Pelajaran yang yang bisa di petik dari Hari Tanpa Belanja
ini, yaitu cermat dalam berbelanja atau mengatur konsumsi
sehari-hari. Alokasi belanja
barang yang tidak
benar-benar dibutuhkan bisa dialihkan
untuk menabung dan investasi.
Referensi :
https://www.researchgate.net/publication/344713633_KRITIK_MOESLIM_ABDURRAHM
AN_TERHADAP_BUDAYA_KONSUMERISME_KElAS_MENENGAH
Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. 5, No. 1, 2020 | h. 121-133 Riana Octaviana p-issn 2541- 352x
e-issn 2714-9420
https://alamisharia.co.id/blogs/hari-tanpa-belanja-bijak-dalam-belanja/ https://www.detik.com/jatim/berita/d-6427027/makna-mendalam-di-balik-hari-tanpa-belanja
Muhammad Sharif Chaudhry,
Sistem Ekonomi Islam
Prinsip Dasar (Jakarta:
Penerbit KENCANA Prenadamedia Group 2012
Suherman Rosyidi,
2016, Pengantar Teori Ekonomi Rajawali, Jakarta