humas@unida.ac.id 0251-8240773
Informasi

HARI TANPA BELANJA

Oleh : Susy Hambani, SE., MH.

Dosen Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Djuanda

 

 

Buy Nothing Day atau Hari Tanpa Belanja diperingati setiap 26 November. Peringatan ini bertujuan untuk melawan gaya hidup konsumerisme. Konsumerisme sendiri bagian yang tidak bisa terpisahkan dari gaya hidup manusia di dunia sekarang ini. Salah satu contohnya adalah dengan teknologi yang semakin aktual, maka akan terlahir darinya suatu budaya yang terbilang konsumtif di kalangan masyarakat. Salah satu konsekuensi gaya hidup manusia dari teknologi ini adalah dengan terlahirnya suatu “Budaya Konsumerisme”, yang dimotori oleh kekuatan kapitalis membuat kegiatan konsumsi berubah mengarah kepada pemborosan serta penggunaan sumber daya yang berlebih, konsumerisme dikalangan masyarakat lebih mengarah pada mode gaya hidup yang popular di kalangan remaja, akibat dari arus globalisasi, informasi, dan kemajuan teknologi informasi serta media massa..

Peningkatan kemampuan belanja masyarakat adalah sebenarnya bukan sesuatu yang buruk. Bahkan meningkatnya daya beli dan daya belanja masyarakat di berbagai kalangan justru bisa membuat pertumbuhan ekonomi suatu negara meningkat. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sektor konsumsi rumah tangga berkontribusi hingga 53,65% dan tumbuh 4,34% pada kuartal I-2022. Pertumbuhan tersebut karena adanya peningkatan mobilitas masyarakat di kegiatan ekonomi salah satunya adalah belanja. Namun, belanja bisa menjadi hal yang buruk jika dilakukan secara berlebihan. Membeli bukan karena adanya kebutuhan tetapi karena keinginan yang berlebihan. Bahkan Allah SWT tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, seperti dikutip dari ayat Al-Qur’an Al-A’araf : 31 “Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (https://alamisharia.co.id/blogs/hari-tanpa-belanja-bijak-dalam-belanja/)

Biasanya awal bulan atau menjelang hari raya konsumsi belanja masyarakat meningkat, masyarakat cenderung lebih konsumtif. Untuk meredam gaya hedonisme dan konsumerisme tersebut di bulan November ini ada Hari Tanpa Belanja atau Buy Nothing Day yang diperingati setiap tanggal 26 November. Sebenarnya sejarah dari Hari Tanpa Belanja ini sudah ada sejak lama, sebelum maraknya trend Harbolnas atau belanja tesebut. Menurut sejarahnya, Hari Tanpa Belanja pertama kali muncul di Vancouver pada September 1992. Gerakan ini muncul dari ide seorang seniman bernama Ted Dave. Peringatan Hari Tanpa Belanja ini muncul sebagai tindakan protes terhadap budaya konsumerisme di Amerika Serikat pada perayaan


Thanksgiving. Ted Dave melihat Thanksgiving yang awalnya dimaksudkan untuk bersyukur malah menjadi kekacauan dan keserakahan karena banyak orang yang berbelanja melebihi apa yang dibutuhkan. Kemudian ia mencetuskan memunculkan Hari Tanpa Belanja setiap Black Friday untuk melawan konsumerisme. https://alamisharia.co.id/blogs/hari-tanpa-belanja-bijak- dalam-belanja/).

Tujuan dirayakannya Hari Tanpa Belanja ini dilakukan untuk menekan angka konsumerisme yang terjadi di belahan dunia manapun. Sebagai konsumen kita perlu mempertanyakan produk yang kita beli dan menantang perusahaan yang memproduksinya. Melansir Buy nothing day, saat ini mulai menyaksikan risiko sebenarnya terhadap lingkungan dan konsumsi berlebihan negara-negara berkembang. Oleh karena itu, setiap orang harus bertanggung jawab dan mengambil langkah proaktif untuk turut menyelesaikan permasalahan iklim. Hari Tanpa Belanja merupakan langkah yang bagus untuk memulai. Salah satu caranya cukup mengurangi belanja agar tidak hidup konsumtif. Hal ini juga mendorong untuk menjaga lingkungan, sehingga tidak terjadi limbah berlebih dari kemasan produk-produk sekali pakai.

Meskipun hanya satu tahun sekali yaitu di tanggal 26 November selalu diperingati sebagai Hari Tanpa Belanja, tetapi bukan berarti di hari tersebut kita tidak belanja sama sekali atau di hari-hari lain kita tetap konsumtif. Bisa ambil pelajarannya dari Hari Tanpa Belanja, bahwa membeli atau berbelanja bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan penghasilan kita. Jangan jadikan kita pribadi yang besar pasak daripada tiang, atau boros. Berbelanjalah sesuaikan dengan kebutuhan dan budget yang kita miliki. Atau jika kita menginginkan sesuatu baik itu dalam bentuk barang atau liburan, bisa kita tahan dan menabung secara konsisten untuk bisa meraihnya. Kebiasaan berbelanja yang berlebihan bisa sangat berbahaya jika tidak dikontrol. Bukan tak mungkin, kebiasaan berbelanja yang berlebihan bisa membuatmu terlilit utang. Pelajaran yang yang bisa di petik dari Hari Tanpa Belanja ini, yaitu cermat dalam berbelanja atau mengatur konsumsi sehari-hari. Alokasi belanja barang yang tidak benar-benar dibutuhkan bisa dialihkan untuk menabung dan investasi.

 

Referensi :

https://www.researchgate.net/publication/344713633_KRITIK_MOESLIM_ABDURRAHM AN_TERHADAP_BUDAYA_KONSUMERISME_KElAS_MENENGAH

Jurnal Aqidah dan Filsafat Islam, Vol. 5, No. 1, 2020 | h. 121-133 Riana Octaviana p-issn 2541- 352x e-issn 2714-9420

https://alamisharia.co.id/blogs/hari-tanpa-belanja-bijak-dalam-belanja/ https://www.detik.com/jatim/berita/d-6427027/makna-mendalam-di-balik-hari-tanpa-belanja


Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar (Jakarta: Penerbit KENCANA Prenadamedia Group 2012

Suherman Rosyidi, 2016, Pengantar Teori Ekonomi Rajawali, Jakarta